TOPIK : Profesi Guru
SUMBER : 1.
http://wikipedia.com/glikolisis
2. http://budisma.web.id/proses_glikolisis-respirasi_aerob/
TANGGAL : 2
Mei 2012
MATERI :
A.
Pengertian
Profesi
Menurut Kartadinatap profesi
guru adalah orang yang Memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang
memadai, keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh
setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu, dan kemampuan tersebut tidak
dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti
pendidikan keguruan.
Makagiansar, M. 1996 profesi
guru adalah orang yang Memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang
memadai, keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh
setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu
Nasanius, Y. 1998
mengatakan profesi guru yaitu kemampuan yang tidak dimiliki oleh warga
masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. Ada
beberapa peran yang dapat dilakukan guru sebagai tenaga pendidik, antara lain:
(a) sebagai pekerja profesional dengan fungsi mengajar, membimbing dan melatih
(b) pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan
kemanusiaan yang dimiliki, (c) sebagai petugas kemashalakatkatan dengan fungsi
mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik.
Galbreath, J. 1999
frofesi gurtu adalah orang yang Bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam
melaksanakan tugas pengabdian pada masyarakat hendaknya didasari atas dorongan
atau panggilan hati nurani. Sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan
tugas berat mencerdakan anak didik.
Gagasan pendidikan
profesi guru semula
dimaksudkan sebagai langkah strategis untuk mengatasi problem mutu keguruan
kita karena perbaikan itu tidak akan terjadi dengan menaikkan remunerasi saja.
Oleh sebab itu, pendidikan profesi diperlukan sebagai upaya mengubah motivasi
dan kinerja guru secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Tetapi sangat
disayangkan implementasi gagasan pendidikan profesi lebih ditekankan pada uji
sertifikasi (terutama untuk guru dalam jabatan). Padahal, Pasal 11 UU Sisdiknas
mensyaratkan untuk memperoleh sertifikat pendidik tidak lain adalah kualifikasi
S1/D4 dan menempuh pendidikan profesi guru.
Program uji sertifikasi
yang tengah dijalankan pemerintah dengan mengandalkan penilaian portofolio,
dipilih oleh pemerintah kabupaten/kota. Bahkan akan dibuka peluang bagi mereka
yang tidak berkualifikasi S1/D4. Kenyataan ini bukan saja tidak menghasilkan
perbaikan mutu, tetapi akan memunculkan masalah birokratisasi yang pada
akhirnya mempersulit guru.
Program sertifikasi
tidak boleh dilepaskan dari proses pendidikan profesi, dan tidak seharusnya
dipandang sekadar cara memberikan tunjangan profesi. Tunjangan profesi hanyalah
insentif agar para guru mau kembali belajar, sedangkan perbaikan kesejahteraan
guru harus diberlakukan kebijakan lain tentang remunerasi.
"Ada piti (uang)
muncul dignity," seloroh seorang guru. Memang persoalan ekonomi yang
dihadapi guru sangat memengaruhi kinerja dan citranya di dalam masyarakat.
Melalui tunjangan profesi kesejahteraan guru sulit diperbaiki karena
mensyaratkan adanya kualifikasi dan sertifikat pendidik.
Penghasilan guru
seharusnya diperbaiki--agar profesi ini menjadi kompetitif--dengan menaikkan
tunjangan fungsional secara progresif dan mengoptimalisasi peran pemerintah
daerah dalam pemberian insentif seperti yang telah dilakukan oleh Pemda DKI
Jakarta sekarang ini. Dengan demikian perbaikan remunerasi terlaksana secara
merata dan proses sertifikasi tidak didesak untuk mengambil jalan pintas.
Begitulah guru dan
pendidikan di negara maju dan ingin maju, senantiasa berada pada top of mind
para pemimpin dan masyarakatnya. Bangsa Indonesia perlu belajar lebih banyak
lagi.
Jika konflik
kepentingan muncul, manakah standar moral dan etika profesi
yang dipakai sebagai sarana untuk memecahkan konflik? Maksim moral Kant Setiap profesi, apa pun, termasuk guru, tidak dapat melepaskan diri dari prinsip moral dasar yang diajukan Immanuel Kant. Dengan memperlakukan individu atau pribadi dalam kerangka tujuan
keberadaan mereka, Kant implisit mengakui, tiap individu memiliki nilai-nilai
intrinsik. Individu itu bernilai dalam diri sendiri. Karena itu, tiap penguasaan atau perbuatan yang menundukkan mereka, menjadi sarana bagi tujuan pribadi individu, merupakan pelanggaran atas norma moral. Kerja sama antara lembaga sekolah dan lembaga bimbel menyiratkan adanya konflik kepentingan. Demi kepentingan siapa lembaga bimbel itu ada? Siswa, guru dan sekolah, orangtua, atau lembaga bimbel? Mungkin ada yang berpendapat, yang diuntungkan adalah semua, yaitu siswa, guru/sekolah, orangtua, dan lembaga bimbel.
yang dipakai sebagai sarana untuk memecahkan konflik? Maksim moral Kant Setiap profesi, apa pun, termasuk guru, tidak dapat melepaskan diri dari prinsip moral dasar yang diajukan Immanuel Kant. Dengan memperlakukan individu atau pribadi dalam kerangka tujuan
keberadaan mereka, Kant implisit mengakui, tiap individu memiliki nilai-nilai
intrinsik. Individu itu bernilai dalam diri sendiri. Karena itu, tiap penguasaan atau perbuatan yang menundukkan mereka, menjadi sarana bagi tujuan pribadi individu, merupakan pelanggaran atas norma moral. Kerja sama antara lembaga sekolah dan lembaga bimbel menyiratkan adanya konflik kepentingan. Demi kepentingan siapa lembaga bimbel itu ada? Siswa, guru dan sekolah, orangtua, atau lembaga bimbel? Mungkin ada yang berpendapat, yang diuntungkan adalah semua, yaitu siswa, guru/sekolah, orangtua, dan lembaga bimbel.
Siswa bisa kian percaya
diri dalam menghadapi ujian nasional (UN). Orangtua merasa nyaman dan aman
anaknya akan siap menghadapi UN dan tes ujian masuk perguruan tinggi negeri,
sekolah untung karena prestasi menjadi tinggi, guru untung sebab dapat tambahan
uang saku, dan lembaga bimbel untung karena dapat fulus dari proyek ini. Namun
tidak semua berpendapat demikian sebab tidak semua siswa, guru, dan orangtua
diuntungkan! Kehadiran lembaga bimbel di sekolah merupakan indikasi konflik
kepentingan yang mengorbankan martabat guru, memperalat siswa, mengelabui
orangtua, dan menipu masyarakat. Maksim moral Kant mensyaratkan, dalam setiap
hal kitaharusmenghormatipribadiatauyang lain sebagai bernilai dalam diri
sendiri dan tidak pernah memanfaatkan mereka sebagai alat demi tujuan tertentu
(bahkan yang tampaknya baik dan menguntungkan!) Tugas mendidik dan mengajar
siswa merupakan hak istimewa yang menjadi monopoli guru. Ketika tugas ini
diserahkan kepada lembaga lain yang tidak memiliki monopoli profesi muncul
pertanyaan. Selama ini apa yang telah dilakukan para guru dalam mendidik siswa?
B.
Professional
Keinginan menghadirkan
lembaga bimbel di sekolah menjadi tanda, guru tidak melaksanakan profesinya
secara profesional dan total. Fenomena bimbel di sekolah menunjukkan kenyataan,
kepentingan siswa telah diperalat demi kepentingan lain, terutama demi
kepentingan bisnis. Lembagabimbel yang datang ke sekolah tidak lelahanan
(gratis). Mereka dibayar. Demi kepentingan ini, siswa dan orangtua harus
membayar. Aturan moral yang berlaku untuk kasus ini adalah jika bimbel
diperlukan sekolah demi perbaikan prestasi siswa, sekolah tidak berhak menarik
bayaran atas kegiatan tambahan ini. Les tambahan merupakan tanggung jawab
sekolah demi kepentingan siswa. Namun, yang gratisan seperti ini tidak ada!
Maka, sekolah dan guru telah memanipulasi siswa menjadi alat demi kepentingan
sendiri. Guru menarik keuntungan dengan mengorbankan martabat profesinya
sendiri! Apa yang dilakukan? Berhadapan dengan situasi ini, apa yang dapat
dilakukan? Pertama, pemerintah dan guru seharusnya segera bertindak untuk memulihkan
martabat profesionalnya. Praksis kerja sama sekolah dengan lembaga bimbel harus
dihentikan, jika perlu sekolah yang melakukan diberi teguran keras, sebab
mereka telah melecehkan etika profesi
guru yang membuat fungsi mereka tidak dipercaya lagi dalam
masyarakat. Kedua, untuk itu perlu dibentuk Dewan Kehormatan Guru agar
profesi guru tetap terjaga kemartabatannya dan kepentingan masyarakat luas
tetap terjamin.
C.
Kode Etik Guru
Sebagai kalangan
profesional, sudah waktunya guru Indonesia memiliki kode etik dan sumpah
profesi. Guru juga harus memiliki kemampuan sesuai dengan standar minimal
sehingga nantinya “tidak malapraktik” ketika mengajar.
Direktur Program
Pascasarjana Uninus, Prof. Dr. H. Achmad Sanusi, M.P.A., menyatakan hal itu di
ruang kerjanya Jln. Soekarno-Hatta, Kamis (4/10). “Dibandingkan dengan profesi
lain seperti dokter, guru masih tertinggal karena belum memiliki sumpah dan
kode etik guru,” katanya.
Adanya sumpah profesi
dan kode etik guru, menurut Achmad Sanusi, sebagai rambu-rambu, rem, dan
pedoman dalam tindakan guru khususnya saat kegiatan mengajar. Alasannya, guru
harus bertanggung jawab dengan profesi maupun hasil dari pengajaran yang ia
berikan kepada siswa. Jangan sampai terjadi malapraktik pendidikan.
KODE ETIK GURU
INDONESIA
- Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia indonesia seutuhnya berjiwa Pancasila
- Guru memiliki dan melaksanakan kewjujuran professional
- Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan
- Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar
- Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan tanggung jawab bersama terhadap pendidikan
- Guru secara pribadi dan secara bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu da martabat profesinya
- Guru memelihara hubungan profesi semangat kekeluargaan dan kesetiakawanana nasional
- Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organiosasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian
- Guru melaksanaakn segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Pada prinsipnya
profesionalisme guru adalah guru yang dapat menjalankan tugasnya secara
profesional, yang memiliki ciri-ciri antara lain:
Ahli di Bidang teori
dan Praktek Keguruan. Guru profesional adalah guru yang menguasai ilmu
pengetahuan yang diajarkan dan ahli mengajarnya (menyampaikannya). Dengan kata
lain guru profesional adalah guru yang mampu membelajarkan peserta didiknya
tentang pengetahuan yang dikuasainya dengan baik.
Senang memasuki
organisasi Profesi Keguruan. Suatu pekerjaan dikatakan sebagai jabatan profesi
salah satu syaratnya adalah pekerjaan itu memiliki organiasi profesi dan
anggota-anggotanya senang memasuki organisasi profesi tersebut. Guru sebagai
jabatan profesional seharusnya guru memiliki organisasi ini. Fungsi organisasi
profesi selain untuk menlindungi kepentingan anggotanya juga sebagai
dinamisator dan motivator anggota untuk mencapai karir yang lebih baik
(Kartadinata dalam Meter, 1999). Konsekuensinya organisasi profesi turut
mengontrol kinerja anggota, bagaimana para anggota dalam memberikan pelayanan pada
masyarakat. PGRI sebagai salah satu organisasi guru di Indonesia memiliki
fungsi
- Menyatukan seluruh kekuatan dalam satu wadah,
- Mengusahakan adanya satu kesatuan langkah dan tindakan,
- Melindungi kepentingan anggotanya,
- Menyiapkan program-program peningkatan kemampuan para anggotanya,
- Menyiapkan fasilitas penerbitan dan bacaan dalam rangka peningkatan kemampuan profesional, dan
- Mengambil tindakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran baik administratif maupun psychologis.
0 komentar:
Posting Komentar